Senin, 05 Desember 2011

SUKSES PENYELENGGARAAN SUKSES PRESTASI

 

Gelar juara umum telah diraih oleh Indonesia dalam ajang Sea Games ke-26. Sukses penyelenggaraan dan sukses prestasi telah diraih dengan gemilang oleh penyelenggara dan para olahragawan/olahragawati Indonesia. Prestasi yang sangat patut kita banggakan dan harus dijadikan momentum kebangkitan olah raga  Indonesia. Kalau kita melihat prestasi Indonesia dalam Sea games dari waktu ke waktu, bisa kita simpulkan bahwa Indonesia adalah yang terbaik di Asia Tenggara. Indonesia selama hampir 205 tahun selalu menjadi juara umum, di negara manapun Sea games diselenggarakan. Keikutsertaan Indonesia di ajang pesta olah raga Asia Tenggara yang pertama kali adalah di tahun 1977.

SEA Games berawal mula dari Pesta Olahraga Semenanjung Asia Tenggara (Southeast Asian Peninsular Games) yang disingkat SEAP Games. SEAP Games dicetuskan oleh Laung Sukhumnaipradit, pada saat itu Wakil Presiden Komite Olimpiade Thailand. Tujuannya adalah untuk mengeratkan kerjasama, pemahaman dan hubungan antar negara di kawasan semenanjung Asia Tenggara.Thailand, Burma (sekarang Myanmar), Malaysia, Laos, Vietnam dan Kamboja (dengan Singapura dimasukkan kemudian) adalah negara-negara pelopor. Mereka setuju untuk mengadakan ajang ini dua tahun sekali. Selain itu dibentuk juga Komite Federasi SEAP Games. SEAP Games pertama diadakan di Bangkok dari 12 sampai 17 Desember 1959, diikuti oleh lebih dari 527 atlet dan panitia dari Thailand, Burma, Malaysia, Singapura, Vietnam dan Laos yang berlaga dalam 12 cabang olahraga. Pada SEAP Games VIII tahun 1975, Federasi SEAP mempertimbangkan masuknya Indonesia dan Filipina. Kedua negara ini masuk secara resmi pada 1977, dan pada tahun yang sama Federasi SEAP berganti nama menjadi Southeast Asian Games Federation (SEAGF), dan ajang ini menjadi SEA Games. Brunei dimasukkan pada Pesta Olahraga Asia Tenggara X di Jakarta, Indonesia, dan Timor Leste di Pesta Olahraga Asia Tenggara XXII di Hanoi, Vietnam. (Wikipedia)

 

KE

TAHUN

TUAN RUMAH

JUARA UMUM

PERINGKAT RI

9 1977 MALAYSIA INDONESIA

I

10 1979 INDONESIA INDONESIA

I

11 1981 FILIPINA INDONESIA

I

12 1983 SINGAPURA INDONESIA

I

13 1985 THAILAND THAILAND

II

14 1987 INDONESIA INDONESIA

I

15 1989 MALAYSIA INDONESIA

I

16 1991 FILIPINA INDONESIA

I

17 1993 SINGAPURA INDONESIA

I

18 1995 THAILAND THAILAND

II

19 1997 INDONESIA INDONESIA

I

20 1999 BRUNEI THAILAND

III

21 2001 MALAYSIA MALAYSIA

III

22 2003 VIETNAM VIETNAM

III

23 2005 FILIPINA FILIPINA

V

24 2007 THAILAND THAILAND

IV

25 2009 LAOS THAILAND

III

26 2011 INDONESIA INDONESIA

I

Seandainya Thailand tidak menjadi tuan rumah di tahun 1985 dan 1995, maka Indonesia adalah juara sejati di Asia Tenggara; baik memperoleh emas dari cabang sepak bola maupun tidak. Indonesia memiliki kemampuan yang sudah terbukti dalam sejarah. Olahragawan/Olahragawati Indonesia yang dibina dengan dengan baik, bisa memiliki mental juara sejati. Mental juara sejati ini yang harus dibuktikan di setiap Sea Games yang akan datang. Tidak ada negara lain di Asia Tenggara yang memiliki prestasi seperti yang sudah ditorehkan oleh Indonesia selama 20 tahun. Tahun 2005 merupakan Sea Games terburuk dimana Indonesia terpuruk di urutan ke-5. Dari data diatas dapat lihat dampak krisis yang terjadi di tahun 1998 yang mungkin menjadi salah satu sebab utama terpuruknya prestasi olah raga Indonesia, terutama pada hal-hal yang berkenaan dengan pembiayaan pembinaan olah raga kita. Krisis 1998 memang membuat negara ini limbung. Masa pemulihan dan transisi yang begitu lama membuat bangsa ini ragu akan jati dirinya.

Apakah kemudian gelar juara umum yang diraih Indonesia sekarang merupakan kebangkitan olah raga nasional? Hal itu harus kita buktikan bersama di ajang Sea Games berikutnya nanti di Myanmar dan Seagames-Seagames yang akan datang. Juga di ajang olah raga tingkat regional dan internasional lainnya. Seperti yang dapat dilihat di tabel diatas, setelah selama 20 tahun hampir selalu menjadi juara umum, Indonesia kemudian “turun derajat” menjadi juara kandang, sama seperti negara-negara lain. Bahkan FIlipina yang belum pernah menjadi juara umum, bisa menjadi juara umum ketika Sea Games diadakan di negaranya. Ketika Indonesia sedang terpuruk, Thailand menjadi Juara Umum ketika Sea Games diadakan di negara-negara yang prestasi olah raganya kurang, seperti Laos dan Brunei.

Prestasi olah raga Indonesia di ajang Internasional merupakan satu faktor yang mendorong semangat nasionalisme dan kebanggaan masyarakat Indonesia sebagai anggota dari suatu bangsa. Untuk membentuk olahragawan/wati yang memiliki kemampuan teknis dan mental yang baik, dibutuhkan biaya pembinaan dan pelatihan yang membutuhkan pengorbanan yang tidak sedikit. Indonesia memiliki potensi sumber daya manusia dalam bidang olah raga yang luar biasa besar. Potensi ini belum sepenuhnya tergali dan terukur dengan baik. Prestasi olah raga kita dapat memacu industri dalam negeri yang berkaitan dengan peralatan dan perlengkapan olah raga. Prestasi olah raga nasional dalam ajang pertandingan lokal maupun internasional juga dapat dimanfaatkan untuk memperkenalkan produk dalam negeri dan menumbuhkan rasa bangga pada produk buatan Indonesia.

Untuk menjamin ketersediaan dana pembinaan olah raga nasional selain dari APBN atau APBD, perlu kiranya dibentuk suatu tata cara mekanisme tertentu yang melibatkan berbagai pihak di negara ini yang peduli pada olah raga nasional, yang dapat menjamin perputaran dana yang cukup besar dan berjangka panjang. Dua ratus juta orang Indonesia merupakan pasar yang luar biasa besar untuk dapat mengumpulkan dana yang cukup. Sistem pembinaan olah raga nasional sebaiknya tidak difokuskan pada pencapaian medali dan prestasi jangka pendek dengan melatih  para olahragawan/wati. Sistem pembinaan ini sebaiknya diarahkan ke arah “Olah raga untuk seluruh rakyat”. Sistem pembinaan yang didukung oleh seluruh komponen rakyat. Sistem yang didukung oleh antusiasme publik dan pendanaan dari pasar yang terbentuk. Uang ini selain digunakan untuk pemberian bonus untuk olahragawan/wati Indonesia yang meraih prestasi pada suatu ajang olah raga, juga digunakan sebagai semacam dana pensiun bagi mereka yang selama sekian tahun terdaftar sebagai atlet nasional. Bonus untuk para olahragawan/wati nasional yang mendapat medali memang perlu. Tapi bagaimana dengan atlet lain yang juga telah mencurahkan waktu dan tenaganya dalam hidupnya namun belum bisa meraih medali. Hal ini diperlukan agar para olahragawan/wati kita tidak perlu khawatir akan masa depannya. Namun demikian siapa-siapa yang berhak mendapat pensiun atlet harus diatur dengan syarat tertentu. Penggunaan dan keluar masuknya uang harus transparan dan diatur dengan aturan yang tegas untuk mencegah hal yang biasa terjadi di Indonesia; kalau sudah bersangkut paut dengan uang, akhirnya pasti ribut.

Perlu kiranya dipertimbangkan untuk tidak mendasarkan pola pikir bangsa ini pada medali yang diperoleh para olahragawan/wati di suatu ajang pertandingan. Penilaian seperti  itu menjadi rancu apabila kondisi di lapangan tidak seperti yang diharapkan. Seperti misalnya atlit downhill kita, Popo Ario Sejati yang mengalami putus rantai di ajang sea games kemarin. Sebenarnya hal ini agak mengherankan. Mungkin ada banyak Popo-Popo lain di ajang sea games kemarin dan ada pula olahragawan/wati yang tidak diunggulkan tapi justru memperoleh medali. Menjadi tidak adil apabila penilaian pencapaian seorang olahragawan/wati ditentukan dengan medali, walaupun hal itu mungkin merupakan alat ukur yang paling masuk akal.

Media banyak memeberitakan para olahragawan/wati nasional yang dahulu pernah mengharumkan nama bangsa di ajang internasional, namun kehidupan di masa tuanya tidak layak. Hal ini mungkin sama dengan para veteran perang. Para pejuang kemerdekaan yang dulu turut berjuang merebut dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Mereka juga banyak yang di masa tuanya memiliki kehidupan yang berkekurangan. Meski begitu tiap 10 November bangsa ini terus menambah jumlah pahlawannya. Masa tua yang berkekurangan banyak dialami para veteran perang, tidak hanya di Indonesia, tapi di seluruh dunia. Begitu pula olahrawan/wati yang masa tuanya berkekurangan juga banyak dialami para olahragawan/wati, terutama di Asia. Namun tidak semua veteran perang dan mantan olaharagan/wati hidup susah di masa tuanya. Pada waktu perang dunia ke-2 banyak pemuda-pemuda yang direkrut pada saat mereka masih menempuh pendidikan. Setelah perang selesai, banyak yang menyelesaikan studinya ada yang tidak. Ada yang menjadi tukang pos, ada yang mendirikan pabrik senjata atau senapan berburu dan menjadi kaya raya. Begitu pula olahragawan/wati ada pula yang sukses. Sukses atau tidak, menjadi tukang pos atau mendirikan pabrik senjata, yang terpenting adalah mereka harus memiliki standar hidup yang layak yang dijamin oleh suatu tata cara atau mekanisme tertentu, dimana mekanisme tersebut merupakan bagian yang tak terpisahkan dari sistem pembinaan olah raga nasional Indonesia.

1 komentar:

Patricia Parker mengatakan...

Nice post. Informative. Thanks for sharing. Keep posting.

cancer centers of america

Kunjungan

THE BEST WAY TO LEARN IS TO SHARE

THE BEST WAY TO LEARN IS TO SHARE
الاالزين امنواوعملواالصلحت وتواصوابالحق وتواصواباصبر