Selasa, 07 Juli 2015

LAPORAN ARUS KAS (STATEMENT OF CASHFLOW)

Tujuan utama dari Laporan Arus Kas adalah untuk menyediakan informasi yang relevan mengenai penerimaan dan pengeluaran kas yang dimiliki perusahaan dalam suatu periode tertentu. Untuk mencapai tujuan ini, Laporan Arus Kas melaporkan hal-hal seperti:

  1. Perubahan kas akibat operasional perusahaan selama periode tertentu.
  2. Transaksi investasi
  3. Transaksi keuangan
  4. Pertambahan dan Pengurangan bersih jumlah kas dalam satu periode

Investor biasanya fokus pada Laba Bersih yang diukur dengan basis akrual. Namun, informasi dari arus kas penting untuk mengetahui liquiditas, kelenturan keuangan dan kinerja perusahaan secara keseluruhan. Sering terjadi analisa pada Laporan Posisi Keuangan dan Laporan Laba Rugi tidak menunjukkan kondisi sesungguhnya dari kinerja perusahaan. Terutama pada faktor liquiditas dan daya tahan perusahaan dalam menghadapi naik turunnya perekonomian makro. Kemampuan perusahaan menghasilkan kas dan setara kas dalam kegiatan operasionalnya menandakan bahwa perusahaan itu memiliki cukup sumber daya dan kemampuan untuk mempertahankan eksistensinya.

Jika digunakan dalam kaitannya dengan laporan keuangan lainnya, laporan arus kas dapat memberikan informasi yang memungkinkan para pengguna untuk mengevaluasi perubahan dalam aset bersih entitas, struktur keuangan (termasuk likuiditas dan solvabilitas) dan kemampuan mempengaruhi jumlah serta waktu arus kas dalam rangka penyesuaian terhadap keadaan dan peluang yang berubah. 

Dalam laporan arus kas, penerimaan dan pengeluaran kas dalam suatu periode dibedakan dalam 3 aktifitas berbeda yaitu:

I. Aktifitas Operasi
Jumlah arus kas yang berasal dari aktivitas operasi merupakan indikator utama untuk menentukan apakah operasi entitas dapat menghasilkan arus kas yang cukup untuk melunasi pinjaman, memelihara kemampuan operasi entitas, membayar dividen, dan melakukan investasi baru tanpa mengandalkan sumber pendanaan dari luar.

Aktivitas operasi adalah aktivitas penghasil utama pendapatan entitas (principal revenue-producing acitivities) dan aktivitas lain yang bukan merupakan aktivitas investasi dan aktivitas pendanaan. Arus kas dari aktivitas operasi terutama diperoleh dari aktivitas penghasil utama pendapatan entitas. Oleh karena itu, arus kas tersebut pada umumnya berasal dari transaksi dan peristiwa lain yang mempengaruhi penetapan laba atrau rugi bersih.

Beberapa contoh arus kas dari aktivitas operasi:

  • penerimaan kas dari penjualan barang dan pemberian jasa;
  • penerimaan kas dari royalti, fees, komisi, dan pendapatan lain;
  • pembayaran kas kepada dan untuk kepentingan karyawan
  • penerimaan dan pembayaran kas oleh entitas asuransi sehubungan dengan premi, klaim, anuitas, dan manfaat polis lainnya;
  • pembayaran kas atau penerimaan kembali(restitusi) pajak penghasilan kecual jika dapat diidentifikasikan secara khusus sebagai bagian dari aktivitas pendanaan dan investasi;
  • penerimaan dan pembayaran kas dari kontrak yang dimiliki untuk tujuan diperdagangkan atau diperjanjikan (dealing)

Beberapa transaksi seperti penjualan peralatan pabrik, dapat menimbulkan keuntungan atau kerugian yang diakui dalam laporan laba rugi. Arus kas yang terkait dengan transaksi semacam itu merupakan arus kas dari aktivitas investasi. Akan tetapi, pembayaran kas untuk pabrikasi atau memperoleh aset yang dimiliki untuk disewakan kepada pihak lain dan selanjutnya dimiliki untuk dijual adalah arus kas dari aktivitas operasi. Kas yang diterima dari sewa dan penjualan atas aset setelah periode sewa dan penjualan aset setelah periode sewa, diakui sebagai arus kas dari aktivitas operasi.

 

II. Aktifitas Investasi

Aktifitas Investasi; adalah perolehan dan pelepasan aset jangka panjang serta investasi lain yang tidak termasuk setara kas. Pengungkapan terpisah arus kas yang berasal dari aktivitas investasi perlu dilakukan sebab arus kas tersebut mencerminkan pengeluaran yang telah terjadi untuk sumber daya yang dimaksudkan menghasilkan pendapatan dan arus kas masa depan. Termasuk memperoleh pinjaman atau memberikan pinjaman, melakukan pembelian atau melepas investasi dan properti, pabrik, dan peralatan.

Beberapa contoh arus kas yang berasal dari aktivitas investasi adalah:

  • pembayaran kas untuk membeli aset tetap, aset tidak berwujud, dan aset jangka panjang lain, termasuk biaya pengembangan yang dikapitalisasi dan aset tetap yang dibangun sendiri.
  • penerimaan kas dari penjualan tanah, bangunan, dan peralatan, serta aset tidak berwujud dan aset jangka panjang lain;
  • pembayaran kas untuk membeli instrumen utang atau instrumen ekuitas entitas lain dan kepemilikan dalam ventura bersama (selain pembayaran kas untuk instrumen yang dianggap setara kas atau instrumen yang dimiliki untuk diperdagangkan atau diperjanjikan)
  • uang muka dan pinjaman yang diberikan kepada pihak lain (selain uang muka dan kredit yang diberikan oleh lembaga keuangan)
  • penerimaan kas dari pelunasan uang muka dan pinjaman yang diberikan kepada pihak lain yang diberikan kepada pihak lain (selain uang muka dan kredit yang diberikan oleh lembaga keuangan);
  • pembayaran kas sehubungan dengan futures contracts, forward contracts, option contracts, dan swap contracts kecuali apabila kontrak tersebut dimiliki untuk tujuan diperdagangkan atau diperjanjikan, atau apabila pembayaran tersebut diklasifikasikan sebgai aktivitas pendanaan; dan
  • pembayaran kas dari futures contracts, forward contracts, option contracts, dan swap contracts kecuali apabila kontrak tersebut dimiliki untuk tujuan diperdagangkan atau diperjanjikan, atau apabila pembayaran tersebut diklasifikasikan sebagai aktivitas pendanaan.

Jika suatu kontrak dimaksudkan untuk lindung nilai (hedge) suatu posisi yang dapat diidentifikasi, maka arus dari kontrak tersebut diklasifikasikan dengan cara yang sama seperti arus kas dari posisi yang dilindung nilainya.

II. Aktifitas Finansial

Aktifitas Finansial (pendanaan); adalah aktivitas yang mengakibatkan perubahan dalam jumlah serta komposisi kontribusi modal dan pinjaman entitas. Pengungkapan terpisah arus kas yang berasal dari aktivitas pendanaan penting dilakukan karena berguna untuk memprediksi klaim atas arus kas masa depan oleh para penyedia modal entitas. Beberapa contoh arus kas yang berasal dari aktivitas pendanaan adalah:

  • penerimaan kas dari emisi saham atau instrumen modal lainnya;
  • pembayaran kas kepada pemilik untuk menarik atau menebus saham entitas;
  • penerimaan kas dari emisi obligasi, pinjaman, wesel, hipotek, dan pinjaman jangka pendek dan jangka panjang lainnya.
  • pelunasan pinjaman
  • pembayaran kas oleh penyewa (lessee) untuk mengurangi saldo kewajiban yang berkaitan dengan sewa pembiayaan (finance lease).

PENYUSUNAN LAPORAN ARUS KAS

Terdapat 2 metode penyusunan Laporan Arus Kas:

  1. Metode Langsung

    Metode langsung (direct method) adalah pemeriksaan kembali setiap pos (atau akun) laporan laba rugi dengan tujuan melaporkan seberapa banyak kas yang diterima atau dikeluarkan sehubungan dengan pos tersebut. Metode ini menghasilkan informasi yang berguna dalam mengestimasikan arus kas masa depan yang tidak dapat dihasilkan dengan metode tidak langsung.

    KEUNGGULAN utama dari metode langsung adalah konsisten dalam memperlihatkan laporan penerimaan kas dan pengeluaran kas dengan tujuan suatu laporan arus kas. Disamping itu metode langsung ini lebih mudah dimengerti dan memberikan informasi yang lebih banyak dalam pengambilan keputusan. Adapun kelemahan dari metode ini adalah data yang dibutuhkan seringkali agak sulit didapat.

    New Picture (8)

  2. Metode Tidak Langsung
    Metode tidak langsung adalah laba bersih yang dilaporkan di laporan laba rugi, dan menyesuaikan nilai akrual ini untuk setiap hal yang tidak mempengaruhi arus kas. Penyesuaian adalah dalam tiga hal:
    1. Pendapatan dan beban yang tidak melibatkan arus kas masuk dan arus kas keluar.
    2. Keuntungan dan kerugian karena aktivitas investasi atau investasi pendanaan.
    3. Penyesuaian untuk perubahan-perubahan dalam asset dan kewajiban lancar yang mengidentifikasi sumber pendapatan dan beban non kas.

    Keunggulan utama dari metode tak langsung adalah bahwa metode ini lebih memusatkan perbedaan antara laba bersih dan aliran kas bersih dari kegiatan operasi. Metode ini juga memberikan jaminan yang berguna antara laba bersih dan perhitungan laba rugi serta neraca, selain itu data yang diperlukan untuk metode tidak langsung umumnya lebih siap tersedia dan lebih mudah diperoleh.

    New Picture (7)

dibawah ini disajikan data suatu perusahaan yang akan digunakan untuk membahas tahap demi tahap penyusunan Laporan Arus Kas

PT ABC memiliki data-data seperti dibawah ini:

DATA A

  1. semua saham entitas anak diperoleh dengan harga Rp 590. Nilai wajar aset yang diperoleh dan laibilitas diasumsikan sebagai berikut:

    Persediaan_____________________________________    Rp 100
    Piutang usaha _________________________________    Rp 100
    Kas____________________________________________    Rp   40
    Aset tetap______________________________________   Rp 650
    Utang usaha ___________________________________   Rp 100
    Utang jangka panjang __________________________   Rp 200
  2. Rp 250 diperoleh dari penerbitan modal saham dan Rp 250 diperoleh dari pinjaman jangka panjang.
  3. Beban bunga Rp 400, dan telah dibayar sebesar Rp 170 selama periode tersebut, Rp 100 yang merupakan beban bunga periode sebelumnya juga dibayar selama periode tersebut.
  4. Dividen yang dibayarkan Rp 1.200.
  5. utang pajak pada awal dan akhir periode masing-masing sebesar Rp 400 dan 1000. Selama periode disisihkan Rp 200 untuk tambahan pajak. Pajak yang terutang dari dividen yang diterima berjumlah Rp 100.
  6. selama periode, entitas memperoleh aset tetap dengan harga Rp 1.250, Rp 900 diperoleh dengan sewa. Pembayaran kas sebesar Rp 350 untuk pembelian aset tetap.
  7. Pabrik dengan nilai buku Rp 80 dan akumulasi penyusutan Rp 60 dijual harga Rp 20.
  8. piutang usaha pada akhir 20x0 termasuk bunga piutang sebesar Rp 100

 

DATA B

Laporan laba rugi komprehensif konsolidasi untuk periode yang berakhir 20X2

    New Picture

DATA C

Laporan posisi keuangan konsolidasi pada akhir tahun 20X2

New Picture (2)

 

METODE LANGSUNG

METODE TIDAK LANGSUNG

New Picture (11)

New Picture (10) 

SOAL 2

Laporan Posisi Keuangan Komparatif PT ABC pada awal dan akhir 2010 tampak seperti dibawah ini:

New Picture (12)

Laba bersih dilaporkan sebesar 34.000 dan dividen sebesar 13.000 dibayar di tahun 2010. Perusahaan melakukan pembelian peralatan baru dan tidak ada peralatan yang dijual.

Susun laporan arus kas untuk tahun 2010

JAWAB:

New Picture (13)

SOAL 3

http://shantycr7.blogspot.com/2013/06/materi-makalah-laporan-arus-kas.html

Berikut adalah Laporan Posisi Keuangan dan Laporan Laba Rugi PT ABC:

New Picture (15)

New Picture (16)

Informasi berikut juga tersedia tahun 2012:

  1. Aktiva tetap dijual sebesar nilai bukunya, yaitu Rp 200 juta. Aktiva tetap yang dijual ini memiliki harga perolehan Rp 33.000 juta
  2. Total deviden tunai yang dibayarkan sepanjang tahun 2010 adalah Rp 7.500 juta.
  3. Seluruh utang usaha terkait langsung dengan pembelian barang dagang.
  4. Seluruh pembelian aktiva tetap dilakukan secara tunai.
  5. Sepanjang tahun 2012, perusahaan menerbitkan saham biasa dan obligasi secara tunai.
  6. Sepanjang tahun 2010, tidaka ada pembagian deviden saham kepada investor.

Susunlah laporan arus kas untuk tahun yang berakhir pada 31 desember 2012 dengan menggunakan metode langsung dan metode tidak langsung!

 

METODE TIDAK LANGSUNG

New Picture (17)

METODE TIDAK LANGSUNG

New Picture (18)

Sabtu, 18 April 2015

KONFERENSI ASIA AFRIKA 2015

Logo KAA

 

SEMOGA LANCAR DAN SUKSES

BERMANFAAT UNTUK BANGSA DAN NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA

BUKAN HANYA SEKEDAR PERINGATAN…

AJANG BELI-LELANG MOBIL MEWAH…

 

ASIA AFRIKA KAWASAN BEBAS NARKOBA
HUKUMAN MATI UNTUK PENGEDAR NARKOBA DI NEGARA-NEGARA SELURUH KAWASAN ASIA AFRIKA
DEMI MASA DEPAN ASIA AFRIKA

Minggu, 12 April 2015

AYOO NONTON FILM INDONESIA……

Guru-Bangsa-Tjokroaminoto-Poster-Film-IndonesiaGuru Bangsa Tjokroaminoto

FILM TENTANG TOKOH BESAR BANGSA INDONESIA YANG AMAT SANGAT SEDIKIT TERCATAT DALAM LITERATUR SEJARAH

PENGGAMBARAN SOSOK PRIBADI TJOKROAMINOTO, ISTERI (SUHARSIKIN) DAN KELUARGANYA YANG AMAT SANGAT BERKESAN DI HATI

PENYAMPAIAN KRONOLOGI DAN SKENARIO SEJARAH BAIK DENGAN TEKS ATAU DILISANKAN DALAM FILM YANG SANGAT LOGIS

TOKOH-TOKOH LAIN (AGUS SALIM, SEMAUN, DARSONO, KOESNO, DLL) DENGAN KARAKTER YANG KUAT DAN BAGUS SEKALI

 

TAPI MOHON MAAAAF KALO BOLEH SAYA SEKEDAR PENONTON INI BERKOMENTAR……

PEMERAN IBUNDA DARI IBU SUHARSIKIN DAN PERANANNYA, SEORANG ISTERI NINGRAT JAWA YANG KOLOT, MOHON MAAAAF…. AGAK SEDIKIT KURANG PAS..

PENGGAMBARAN TAWURAN ANTARA ORANG JAWA DENGAN TIONG HOA YANG SEPERTINYA LEPAS DARI FILM DAN JADI SEPERTI OPERET

ADEGAN KETIKA PENGANTIN LAKI-LAKI TIONGHOA DITEMBAK KEMUDIAN MEMPELAI WANITANYA MENANGIS LALU DIA BERJALAN MENUJU SERDADU BELANDA YANG MENEMBAK DAN MENEPIS SENAPAN SERDADU BELANDA, TRUS SENAPANNYA SAMPE JATUH…SERDADU BELANDA ITU PAGINYA SUDAH SARAPAN BELUM??… AKTINGNYA BAGUS TAPI ADEGAN INI TERLALU GANJIL…

DURASI YANG LAMA DENGAN BANYAK ADEGAN YANG “MEWAKILI” PERISTIWA SEJARAH DENGAN ADEGAN YANG KURANG BISA MENGGAMBARKANNYA

TAPI SECARA KESELURUHAN FILM INI SECARA KONSEP AMAT SANGAT BAGUS SEKALI

SAYA SEBAGAI SATU DARI RAKYAT INDONESIA… BERTERIMAKASIH ATAS USAHA DAN PERHATIAN PARA PEMANGKU KEPENTINGAN FILM “GURU BANGSA TJOKROAMINOTO”. KEMAUAN MEMBUAT FILM SEPERTI INI, YANG BERMUTU, MENDIDIK, BUKAN SEKEDAR FILM, TIDAK HANYA MELULU MEMIKIRKAN FAKTOR PASAR; SUNGGUH SUATU USAHA MULIA YANG AMAT SANGAT BESAR MANFAATNYA BUAT BANGSA INI. SEMOGA FILM SEPERTI INI TERUS BISA DIBUAT….

JAYALAH TERUS PERFILMAN INDONESIA….

Kamis, 28 Agustus 2014

INI PESAN MANTAN KAPOLDA PAPUA UNTUK JOKOWI

SUMBER: https://id.berita.yahoo.com/ini-pesan-mantan-kapolda-papua-untuk-jokowi-105650121.html

MERDEKA.COM. Mantan Kapolda Papua Irjen Pol Tito Karnavian menuangkan pemikiran dan unek-uneknya soal tugas di Papua yang baru saja dia tinggalkan. Lulusan Akpol terbaik ini banyak berharap pemerintahan baru Jokowi-JK untuk memperbaiki situasi di sana.

"Banyak konflik yang terjadi di sana, terutama konflik vertikal dengan bagaimana meningkatkan kesejahteraan masyarakat terutama di daerah-daerah yang sulit seperti gunung. Pemerintah perlu mapping yang tepat di mana daerah yang bergejolak kemudian memberikan treatment yang tepat," pesan Tito kepada Jokowi di Gedung PTIK, Jakarta, Kamis (28/8).


Yang patut menjadi pelajaran, menurut Tito adalah agresifnya gerakan separatis Organisasi Papua Merdeka (OPM) karena pemerintah tidak peduli dengan kesejahteraan mereka.


"Akar permasalahan di sana bukan ideologi tapi ekonomi pembangunan. Saya sudah datang di 42 kabupaten/kota di sana dan saya berdialog dengan masyarakat. Saya menangkap permasalahan yang paling diminta oleh mereka adalah pembangunan ekonomi yang dipercepat," tegasnya.
Meski telah mempunyai status otonomi khusus, kata Tito, uang dari pemerintah pusat malah dimakan oleh orang birokrasi di Papua.


"Yang menjadi masalah bahwa bagaimana meyakinkan anggaran-anggaran yang telah ada betul-betul digunakan untuk kesejahteraan masyarakat. Bukan untuk diselewengkan atau dikorupsi. Artinya pembinaan manajemen harus baik. Diperbaiki. Penegakan hukum dalam hal korupsi juga harus kuat," ungkapnya lagi.

Sabtu, 25 Januari 2014

IBU PERTIWI



KULIHAT IBU PERTIWI
SEDANG BERSUSAH HATI
AIR MATANYA BERLINANG
HATI GUNDAH TAK TENANG

SAWAH HUTAN GUNUNG LAUTAN
SIMPANAN KEKAYAAN
KINI IBU SEDANG LARA
MENANGIS DAN BERDOA

LARAMU SABDA DI HATI
KAMI DATANG BERBAKTI
PUTRA PUTRI INDONESIA
MENGABDI PADA NEGRI

JIWA RAGA HATI DAN JANJI
IKATAN NAN ABADI
PUSAKA KAN KAMI JAGA
LESTARI HARTA NEGERI

HAPUSLAH AIR MATAMU
JELANG HARAPAN PASTI
MASA EMAS TLAH MENANTI
SEJAHTRA NEGERI KAMI

TANAH AIR BANGSA BAHASA
SATUKAN JIWA RAGA
BULAT TEKAD UNTUK NUSA
INDONESIA KAN JAYA

Kamis, 19 Desember 2013

FILM SOEKARNO

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgHmFr-pabAk9A20MJ_tVWgTMCDPxOC7G6RvckCkPmtGupIWgB_P-QA5r_T1DkwaKjVlve8S2IIe_bzhJ1LBJMi9pvI6sbk8S0JHXbNGfDnYesvWxvb8uxyM-fqexfmCNWnXQLq-dJ9VbQ/s1600/Soekarno+Indonesia+Merdeka.jpg

 

 

SEMOGA FILM INI BISA DI PUTAR PADA SETIAP TANGGAL 17 AGUSTUS DI SEMUA STASIUN TV DI INDONESIA SERENTAK.

Kamis, 28 November 2013

DOKTER BAGIAN DARI SISTEM

http://hutantropis.com/wp-content/uploads/2011/11/Mafia-Kesehatan1.jpg

Di tengah gencarnya pemberitaan dan desakan masyarakat untuk menuntaskan pemberantasan mafia hukum dan pajak, kasus-kasus pemberantasan mafia di lingkungan lembaga yang lain seakan termarginalkan.

Kemarin saya meminjam sebuah buku dari seorang teman judulnya MAFIA KESEHATAN yang ditulis oleh Alexandra Indriyanti.

Buku ini dengan lugas membeberkan kepada kita FAKTA gelap di dunia medis konvensional yang sering ditutup-tutupi oleh para “mafia kesehatan.” Saya percaya isi buku yang ditulis atas dasar realita hidup ini akan bisa menghindarkan masyarakat dari kasus-kasus malpraktek. Ketika membacanya, saya merasa seperti melihat adanya terorisme model baru yang menarik keuntungan dari pasien yang sedang berjuang mempertaruhkan nyawanya melawan penyakit.
Jaringan terorisme yang ternyata diatur dengan sangat rapi dan dikendalikan oleh orang-orang yang ahli dibidangnya melebihi para costra nostra atau para mafiaso Italiano. Mereka memiliki pertahanan yang sulit dilacak dan sulit ditembus bahkan oleh hukum sekalipun.

Bagaimana mungkin? Bukankah sesungguhnya kesehatan sangat menjunjung tinggi kemanusiaan, belas kasihan, dan keadilan? Rasanya sangat tidak mungkin ada jaringan mafia kesehatan. Namun faktanya ternyata jauh lebih daripada yang saya bayangkan.

Hubungan bebas antara dokter dan industri obat yang melakukan jual-beli obat telah banyak merugikan pasien. Pasien menjadi ajang permainan bisnis obat para dokter. Adanya “iming-iming” mencapai target penjualan dari industri obat, telah memicu rusaknya profesi dokter yang sepantasnya menjadi habitus moralitas. ( sumber : http://amriawan.blogspot.com)

Dampaknya nilai kemanusiaan dipertaruhkan guna kepentingan bisnis. Mengerikan lagi, dengan keahliannya, dokter dapat mengarahkan resep obat yang sarat dengan kepentingan bisnis pribadi, lebih-lebih tanpa menghiraukan kemampuan ekonomi pasien. Suatu realitas profesi yang tergadaikan.

Lebih memprihatinkan lagi, ketika mendapati dokter yang hanya berorientasi bisnis semata. Pemeriksaan berlangsung singkat dan berakhir hanya dengan penyelesaian memberikan selembar coretan resep obat tanpa memperhatikan hak-hak pasien untuk membuka kesempatan berkomunikasi dan memberi informasi penyakitnya lebih mendalam.

Lantas bagaimana institusi dan profesi di sekitar kesehatan ketika mental para profesionalnya telah tergadaikan? Tentunya institusi tercermin dari para pelaku profesinya. Buku ini hadir membongkar tentang mafia kesehatan, yang sarat dengan orientasi bisnis dan jauh dari jamahan hukum. Menguak jaringan yang rapi, tersembunyi serta dikendlikan oleh orang-orang profesional.

Alexandra Indriyanti, penulis yang intens berkutat di dunia kesehatan, menulis secara gamblang menguak tabir kejahatan di seputar kesehatan. Mulai dari membongkar politik strategi bisnis besar industri obat; Kelakuan para dokter hingga memunculkan sebutan Dokter Jurus Angin Puyuh, Dokter Ban Berjalan, dan Dokter Memukul Angin; serta rumah sakit yang kerap menolak pasien tidak mampu atau mempersulit birokrasi ketika pasien merasa dirugikan.

Ketua Yayasan Pemberdayaan Konsumen Kesehatan Indonesia Marius Widjajarta dalam acara pencerahan perlindungan konsumen di Hotel Pangrango Bogor, Senin (19/4/2010). Yang saya kutip dari detikfinance.com ,menyayangkan masih adanya praktek-praktek mafia di sektor kesehatan yang masih berkeliaran mulai dari sektor obat, kedokteran, dan rumah sakit. Tindakan-tindakan tersebut cenderung merugikan konsumen (masyarakat). “Kalau kita bicara mafia bidang kesehatan pembicaraannya dari pagi sampai malam,” Ungkap Marius.

Setelah membaca fakta-fakta dari apa yang diangkat dalam buku tersebut, saya jadi khawatir tentang peluang bagi pasien untuk keluar hidup-hidup dari rumah sakit? Jangan-jangan kita hanya akan disuguhi kata-kata ala sinetron melankolis Indonesia: “Maaf, kami sudah berusaha sekuat tenaga tetapi Tuhan menentukan lain”. Kalau begitu endingnya, saya baru mulai paham kenapa orang-orang berduit banyak yang lari ke luar negeri untuk berobat.

Jaringan kejahatan atau mafia telah merambah dunia kesehatan, sehingga orientasi pelayanan kesehatan yakni spiritual dan kemanusiaan dikesampingkan menjadi materialisme.

“Saat ini manusia hanya menjadi objek eksploitasi semata dari para kapitalisasi pelayanan kesehatan,” kata dosen bidang etika dan hukum kesehatan Sekolah tinggi Ilmu Kesehatan (Stikes) Achmad Yani, Alexandra Indriyanti Dewi di Yogyakarta, Sabtu [13/06] .

Menurut dia pada bedah buku Mafia Kesehatan, kapitalisasi pelayanan kesehatan tampak dari monopoli oleh sekelompok orang, sehingga tidak semua orang bisa dan boleh menyelenggarakan pelayanan kesehatan.

Akibatnya, penumpukan modal hanya ada di dalam tangan segelintir orang, dan tidak dibagikan kembali secara adil kepada semua orang. Padahal, kesehatan merupakan hajat hidup orang banyak.

Ia mengatakan, biasanya para mafia membentuk jaringan yang luas dan kuat yang dikomandoi oleh beberapa kelompok orang yang dapat mengambil keuntungan maksimal. Mafia tersebut bekerja menghalalkan segala cara, termasuk merugikan orang lain. Dalam pelayanan kesehatan, mafia dibagi menjadi lima bagian, yakni don atau god father, underboss (direksi rumah sakit), consigliere (instansi terkait rumah sakit), capo (eksekutif rumah sakit), dan soldato (dokter, perawat dan pengacara). Menurut dia, don atau god father adalah bos yang memerintahkan dan mengkoordinasikan setiap pekerjaan, biasanya mendapatkan keuntungan yang paling besar dalam bisnis.

“Dalam pelayanan kesehatan don atau god father adalah pemilik pabrik farmasi atau obat, pemegang saham rumah sakit, dan pemegang paten atau hak kekayaan intelektual (HAKI) teknologi kedokteran,” katanya. Ia mengatakan, permainan kapitalisasi yang dilakukan oleh pabrik farmasi adalah menjual obat yang tidak sesuai dengan harga pasar, biasanya diperjualbelikan oleh dokter yang masuk dalam perkumpulan tersebut. “Lebih parah lagi, ada hukum di dalam jaringan kejahatan itu yang wajib dilakukan oleh para pemain mafia kesehatan, yakni omerta (sumpah tutup mulut), komunio (hilangkan), dan adanya jabatan rahasia,” kata Alexandra yang juga penulis buku Mafia Kesehatan.

Menurut dia, kasus yang sering terjadi di Indonesia adalah omerta. Kasus obat palsu dan kesalahan operasi (mala praktik) hingga menyebabkan pasien meninggal merupakan salah satu contoh omerta. “Dokter biasanya tidak ingin bertanggung jawab mengenai kasus tersebut, mereka beralasan berpegang pada undang-undang kedokteran yang tidak bisa dipublikasikan pada masyarakat,” katanya.

Sementara itu, mantan Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Yogyakarta Adam Suryadi mengatakan, untuk menjadi seorang dokter harus lolos uji kompetensi. “Pada kasus yang ada di dalam buku mafia kesehatan, mungkin dokter tersebut tidak lulus ujian kompetensi dan lisensi,” katanya.

Aturan saat ini, menurut dia, ketika dokter sudah disumpah harus mengumpulkan 250 standar kelayakan profesi (SKP).

“Pengumpulan SKP berasal dari mengikuti seminar, menulis jurnal, dan melakukan penelitian yang terbaru. Itu syarat wajib menjadi dokter yang andal saat ini,” katanya.

(dari berbagai sumber)

http://hutantropis.com/mafia-kesehatan

 

 

Membedah Konspirasi Rumah Sakit, Dokter dan Perusahaan Farmasi Terhadap Pasien

Belakangan ini sejumlah kasus buruknya layanan kesehatan yang menimpa pasien, termasuk dari kalangan eksekutif, marak terungkap. Masalah komersialisasi layanan kesehatan yang kian menjadi-jadi dituding sebagai biang keladinya. sebut saja kasus Prita Mulyasari dengan Rumah Sakit Omni Internasional.

Teridentifikasi sejumlah fakta pendukung hal itu: penyedia layanan kesehatan menetapkan tarif sendiri, pasien kerap diperlakukan berlebihan, sebagian dokter memiliki saham di tempat ia bertugas, “kewajiban” pasien menggunakan alat kesehatan yang tak perlu, tidak adanya interaksi pasien dengan apoteker, penawaran obat-obat berharga tinggi kepada pasien, dan kolusi dokter dengan perusahaan farmasi.

Madjdi Ali, mantan direktur utama Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera 1912, kesal bukan kepalang. Ia merasa anaknya, Reza, diperlakukan secara berlebihan oleh pelayan medik sebuah rumah sakit di Tangerang.

“Anda bisa bayangkan, setiap jam darahnya diambil dengan dalih untuk memantau perkembangan medis,” kata Madjdi.

Selama satu hari berada di rumah sakit tersebut, ia menghitung lebih dari 20 kali anaknya diambil sampel darahnya. Kekesalan Madjdi bertambah saat melihat anaknya yang terbaring lemas kerap mendapat kunjungan dari perawat yang berbeda dengan tujuan yang tidak jelas. Awalnya, demi kesembuhan anaknya, Madjdi membiarkan pihak rumah sakit melakukannya. Namun, karena sang anak terus mengeluh dan kondisi tubuhnya kian lemah, ia lalu memutuskan untuk memindahkan putranya ke rumah sakit lain.

Sejak awal Madjdi merasa tindakan rumah sakit itu dalam menangani putranya terlalu berlebihan. Ia menuduh pihak rumah sakit telah menjadikan putranya lebih sebagai objek komersial ketimbang sosial. “Jangan-jangan karena setiap pengambilan darah itu ada nominalnya, lantas mereka melakukannya sesering mungkin,” cetusnya.

Masalah komersialisasi memang masih menjadi isu utama potret layanan kesehatan di Indonesia. Kartono Mohamad, mantan ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI), bahkan menyebut layanan kesehatan di Indonesia lebih liberal dibandingkan dengan Amerika sekalipun. Ia mengungkapkan beberapa alasan mengapa Indonesia dalam layanan kesehatan dianggap lebih liberal dibanding negara lain. Pertama, pelayanan kesehatan di Indonesia sepenuhnya diserahkan kepada pasar dan berasaskan fee for service yang tidak diatur. Pengertian fee for service adalah tiap langkah layanan, mulai dari konsultasi hingga operasi, dikenai tarif tersendiri.

Dalam setiap layanan kesehatan di Indonesia, menurut Kartono, penyedia layanan yang terdiri dari dokter, klinik, atau rumah sakit menetapkan tarif sendiri.

“Pemerintah seharusnya menerapkan regulasi terkait dengan pemberlakuan tarif layanan kesehatan seperti di luar negeri,” ujar pria kelahiran Batang, 13 Juli 1939 itu.

Ia menyarankan agar pemerintah menggunakan mekanisme batas tarif atas dan tarif bawah sehingga para penyedia layanan kesehatan tidak menentukan tarif sesuai selera masing-masing. Langkah ini, tambahnya, perlu diberlakukan mengingat di Indonesia belum ada lembaga yang mengawasi apakah kualitas layanan yang diberikan kepada pasien linier dengan harga yang dibayarkan.

Apalagi, belakangan Kartono melihat buruknya layanan kesehatan juga dipicu oleh rendahnya mentalitas para penyedia layanan kesehatan.

“Mentalitas para penyedia layanan kesehatan kita lebih besar cari untungnya dibandingkan melayani,” ketus alumnus Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia itu.

Buruknya mentalitas pelayan kesehatan ini juga diduga menjadi pemicu dugaan kesalahan prosedur dalam penanganan pasien yang kerap kali bukan disebabkan masalah kompetensi, melainkan lebih ke moral. “Yang terjadi, pasien kerap diperlakukan berlebihan. Misalnya, ia sakit kulit biasa, ternyata malah diberi obat kanker kulit,” kata Mohamad Dani Pratomo, pengamat farmasi.

Dampaknya pun fatal. Oleh karena pasien ditangani secara berlebihan dan tidak sesuai prosedur, maka bisa dipastikan kondisi tubuhnya akan makin buruk. “Sangat berbahaya memberikan pengobatan yang tidak dibutuhkan oleh tubuh,” cetus Dani. Masalah jadi makin pelik karena sebagian dokter, selain praktek, ia juga memiliki saham di klinik atau rumah sakit tempat mereka bertugas. Maka bisa ditebak, orientasi sang dokter bukan sekadar melayani, tetapi juga bisnis. Mereka tidak hanya dituntut untuk bekerja dengan baik, tetapi juga harus mampu menghasilkan pendapatan lebih bagi tempat mereka berpraktek dengan cara apa pun.

Akibatnya, untuk mengejar pendapatan perusahaan, pasien dibebani biaya lebih tinggi dari yang seharusnya dibayarkan untuk pelayanan di rumah sakit itu. Salah satu modusnya, misalnya, berupa “kewajiban” pasien menggunakan alat tertentu, meskipun tidak diperlukan. Maklum, untuk investasi alat-alat seperti CT-scan dan angiografi, pihak rumah sakit harus merogoh US$1 juta, sedangkan alat Echo (periksa jantung) harganya US$600.000, dan MRI US$1,5 juta per unit. Untuk rumah sakit, investasi alat-alat kesehatan yang dikeluarkan per tahunnya berkisar Rp20 miliar, tergantung pada kebutuhan korporasi.

Masalah Obat

Modus lainnya ialah dengan menawarkan obat-obatan branded. Pasien yang seharusnya tidak perlu mengonsumsi obat-obat ethical dengan harga tinggi, oleh dokter justru diresepkan. Ini belum termasuk malpraktek yang kerap kali dilakukan dokter. Oleh karena minimnya sosialisasi dan edukasi, pasien sendiri sering berada dalam posisi yang lemah. “Dalam keadaan terpaksa, pasien sering harus ‘membeli’-nya tanpa mengetahui apa yang dibeli,” kata Dani.

Semua itu masih ditambah lagi dengan posisi apotek yang berfungsi layaknya supermarket. Pasien mengorder obat ke apotek, lalu mereka meraciknya dan kemudian dibayar.

“Idealnya para apoteker juga dapat menjelaskan obat-obat yang diresepkan dokter sesuai keluhan, sehingga pasien dapat memilih untuk mengambilnya atau tidak, namun sayangnya mekanisme ini tidak berjalan,” papar Dani.

Para apoteker yang seharusnya berada di garda terdepan apotek, selama ini justru berada di “belakang meja” dan bertugas meracik obat sesuai permintaan pasien. “Sistem yang ada selama ini berakibat pada ketiadaan interaksi antara pasien dan apoteker,” jelas pengasuh portal apotekkita.com itu.

Obat, menurut Dani, merupakan salah satu faktor penting penentu mahal atau murahnya layanan kesehatan. “Harga obat itu rata-rata bisa mencapai 50% dari total biaya kesehatan yang dikeluarkan. Maka, mengurangi dari sisi tersebut, saya rasa akan signifikan,” katanya. Celakanya, selama ini yang memiliki hak kuasa dalam menentukan obat apa saja yang diberikan hanyalah dokter. Dokter menulis resep dan meminta pasien menebus di apotek rumah sakit tersebut. Di sini, pasien tidak pernah dilibatkan dalam penentuannya. Jangankan diberitahukan indikasinya, obat yang akan diminum saja tidak diinformasikan. Inilah yang memicu dugaan kolusi antara dokter dan perusahaan farmasi.

Kolusi antara dokter dan perusahaan farmasi juga diakui Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari. “Berdasarkan pengalaman saya, memang ada kolusi antara dokter dan perusahaan farmasi,” kata Menkes. Ia menduga kolusi ini terjadi antara produsen obat impor dan dokter.

Salah satu cara yang bisa dicoba pasien ialah meminta resep obat generik kepada dokter atau apoteker. Cara ini, menurut Dani, akan sangat efektif mereduksi biaya obat, yakni hingga 60%. “Harga obat branded itu bisa berkali lipat dari yang generik,” ungkap Dani. Pasien, tambahnya, tidak perlu ragu mengenai kualitas obat generik. “Yang berbeda itu hanya kemasan, sedangkan isinya sama,” cetus Dani. Obat generik memiliki standar produksi yang sama dengan obat paten.

Namun, masalahnya bagi kebanyakan orang Indonesia, selain karena faktor pengetahuan, obat juga telah menjadi komoditas gaya hidup. Saat membeli obat, banyak orang yang lebih mempertimbangkan merek ketimbang kandungannya. Akibatnya, sang pasien akan terbebani biaya “merek” yang lebih besar dibandingkan dengan substansinya. Apalagi, dalam penetapan obat, seperti dijelaskan Kartono, yang terjadi bukan persaingan menurunkan harga, melainkan bersaing membuat harga tinggi tanpa konsumen dapat memilih.

Pemerintah sendiri menolak tudingan adanya liberalisasi layanan kesehatan di negeri ini. “Layanan kesehatan kita tidak neolib karena semua kita atur,” kata Siti Fadilah Supari. Selama ini ia mengklaim telah melakukan pengaturan terhadap rumah sakit milik negara untuk mengoptimalkan layanan, tetapi tetap dengan harga murah. Departemen Kesehatan sendiri berencana menerapkan INADRG atau Indonesian Diagnostic Related Group, yang akan mematok waktu perawatan dan biaya bagi semua pasien. Misalnya, pasien usus buntu akan jelas berapa lama ia dirawat dan berapa biaya yang dikeluarkan. Sayangnya, langkah ini baru akan dijalankan oleh sejumlah rumah sakit pemerintah. Padahal, langkah ini sudah dijalankan oleh sejumlah negara, termasuk Singapura dan Malaysia.

Menurut Adib A. Yahya, president Asia Hospital Federation (AHF), langkah pemerintah ini akan berdampak signifikan dan mampu mendorong efisiensi. Ia mencontohkan untuk kasus usus buntu, misalnya, ditentukan perawatan selama enam hari, tetapi ternyata pasien dirawat delapan hari, maka ia hanya membayar hanya untuk enam hari. Kelebihan waktu menjadi tanggungan pihak rumah sakit. Namun, jika sebelum batas waktu pasien sudah keluar, maka menjadi keuntungan bagi rumah sakit. Langkah ini memaksa pihak rumah sakit untuk bekerja seefisien mungkin.

Adapun mengenai pengaturan harga rumah sakit swasta, Menkes enggan mengaturnya. “Untuk rumah sakit swasta, biarkan mereka mengaturnya sendiri, pemerintah tidak perlu ikut-ikutan,” ujar Menkes. Padahal, hal inilah yang menurut Kartono merupakan wujud dari liberalisasi layanan kesehatan.

Pihak swasta sendiri memang tampaknya enggan diatur-atur dalam urusan harga layanan. “Langkah penetapan harga bersama sulit dilakukan karena masing-masing penyedia layanan punya perhitungan berbeda,” kata dr. Mus Aida, ketua Asosiasi Rumah Sakit Swasta Indonesia (ARSSI).

Perlakuan sebagai Industri

Selain masalah yang disebutkan di atas, perlakuan pemerintah terhadap layanan kesehatan sebagai industri juga menjadi pemicu mahalnya layanan kesehatan. “Di negara lain, pengaturan kesehatan mendapat prioritas. Contohnya, ada pajak bahan baku obat dan alat kesehatan yang rendah, bahkan ada yang dihapuskan, sedangkan Indonesia tidak,” kata Adib A. Yahya yang juga menjabat ketua Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi). Selain itu, tambah Adib, di luar negeri, rumah sakit juga mendapat keringanan pembayaran, seperti biaya listrik dan air, sehingga secara operasional bisa menjadi lebih murah. Hal seperti itu, menurut Adib, tidak diperoleh rumah sakit di negeri ini, meski tetap dibebani misi layanan sosial.

Hal itu dibenarkan Mus Aida. Menurut dia, pemerintah saat ini memperlakukan layanan kesehatan sebagai sebuah entitas bisnis semata, tanpa memperhitungkan misi sosial. Akibatnya, untuk dapat bertahan, penyedia layanan kesehatan harus menambahkan beban operasional perusahaan kepada pasien yang berakibat makin mahalnya layanan kesehatan di Indonesia.

Layanan kesehatan di Indonesia, imbuhnya, juga dikenai multiple taxes. Artinya, mulai dari bahan baku, pengadaan alat kesehatan, hingga biaya konsultasi, semuanya dikenai pajak. Dan, pada akhirnya, karena kondisi ini, tidak ada pilihan lain selain membebankan ke pasien sebagai pengguna. Beban layanan kesehatan makin bertambah dengan berbagai regulasi yang mengatur perusahaan, seperti limbah dan bangunan. “Untuk rumah sakit, misalnya, ada persyaratan khusus yang mengatur bangunan rumah sakit dan personel atau operasionalisasi rumah sakit,” kata Adib. Ia berkeyakinan apabila pajak-pajak yang selama ini membebani rumah sakit dihapuskan, maka harga layanan kesehatan akan jauh lebih murah dibandingkan saat ini.

Dokter Senior, Favorit, dan Junior

Masalah lain ialah dokter itu sendiri. Sudah menjadi rahasia umum jika dokter-dokter senior dan favorit itu memang “menetapkan” tarif pelayanan istimewa dibanding juniornya. Para dokter itu juga dinilai punya posisi tawar-menawar terhadap rumah sakit yang lebih tinggi dibanding lainnya. Perusahaan meyakini dokter tersebut dapat meningkatkan jumlah pasien yang berkunjung ke rumah sakit dan pada akhirnya mampu menambah pendapatan perusahaan.

Posisi tawar-menawar yang tinggi ini menjadikan sang dokter bak dewa, nyaris tidak tersentuh. Jika ada kesalahan, maka satu-satunya yang menjadi korban sekaligus pelaku adalah si pasien. Dalam berbagai kasus gugatan pidana malpraktek, misalnya, pasien nyaris selalu berada di pihak yang kalah. Istilah malpraktek sendiri, menurut Kartono, masih belum dipersepsikan secara tepat. “Apabila dokter salah melakukan diagnosis, maka itu secara hukum tidak ada masalah. Namun, apabila dokter terbukti sengaja salah diagnosis untuk kepentingan tertentu, maka hal itu bisa disebut malpraktek,” cetusnya.

Masalahnya, membuktikan sengaja atau tidak dalam kasus salah diagnosis, ibarat mencari sebuah jarum dalam timbunan jerami. Salah satu masalahnya ialah mandulnya lembaga pengawas profesi kedokteran akibat konflik kepentingan. “Tidak adanya larangan bagi anggota badan pengawas di IDI untuk berpraktek dan memiliki saham di rumah sakit menyebabkan terjadinya konflik kepentingan,” kata Kartono.

Akibatnya, saat diminta menjadi saksi ahli di pengadilan dalam sebuah perkara malpraktek, maka yang terjadi ialah kesaksian subjektif atas perilaku rekan sejawat mereka. Dan, hasilnya bisa ditebak: sebagian besar kasus malpraktek yang masuk ke ranah pidana dimenangkan oleh penyedia layanan kesehatan. Padahal, pada kasus pidana, pendapat ahli punya nilai yang sangat penting dalam putusan sidang.

Sementara itu, di Indonesia sendiri belum ada data yang memadai terkait berapa banyak pasien yang meninggal akibat kesalahan diagnosis. Namun, sebagai perbandingan, di Amerika setiap tahun diperkirakan 1,5 juta orang meninggal akibat salah diagnosis. Terkait dengan regulasi profesi, Indonesia seharusnya bisa mengikuti Singapura atau Malaysia yang membatasi kerja para dokter hanya sembilan jam sehari. Cara ini terbilang efektif guna mengurangi risiko kesalahan diagnosis akibat kelelahan fisik sang dokter.

Maklum, meski kini sudah dibatasi satu orang dokter hanya boleh berpraktek di tiga tempat, tetapi, kenyataannya, banyak dokter yang bekerja melebihi kewajaran. Meski begitu, dokter tidak bisa sepenuhnya disalahkan. Keterbatasan SDM di lini kesehatan ini juga menjadi salah satu kendala yang hingga kini sulit dicari solusinya. Sebagai contoh, untuk masuk fakultas kedokteran di sebuah universitas negeri, orang tua harus merogoh kocek dalam-dalam, minimal Rp200‒350 juta. Di fakultas lain di universitas yang sama, mereka hanya merogoh kocek sekitar Rp15‒25 juta.

Dalam survei yang dilakukan Warta Ekonomi terungkap bahwa kalangan eksekutif perusahaan, sebagai bagian dari masyarakat luas, juga menilai layanan kesehatan di Indonesia termasuk mahal. Hasil survei terhadap 60 responden yang semuanya merupakan eksekutif puncak di perusahaan-perusahaan besar itu, mayoritas (53,3%) mengatakan biaya layanan kesehatan di rumah-rumah sakit di Indonesia memang terbilang mahal. Hanya 1,7% yang mengatakan biayanya murah. Jadi, bagaimana menurut Anda?

sumber: konsumencerdas.co.cc

http://hutantropis.com/membedah-konspirasi-rumah-sakit-dokter-dan-perusahaan-farmasi-terhadap-pasien

Kunjungan

THE BEST WAY TO LEARN IS TO SHARE

THE BEST WAY TO LEARN IS TO SHARE
الاالزين امنواوعملواالصلحت وتواصوابالحق وتواصواباصبر