Senin, 20 September 2010

Sunda Kelapa-Jayakarta-Batavia-Jakarta-Atlantis

SUNDA KELAPA atau disebut Yo Cheng oleh pedagang Cina, pada awalnya adalah salah satu pelabuhan yang dimiliki oleh Kerajaan Pakuan-Pajajaran. Setelah melakukan ekspansi ke utara, kerajaan ini memiliki enam buah pelabuhan yaitu Banten, Pontang, Cigede, Cimanuk, Tanara, dan Kelapa. Pelabuhan Kelapa terletak di tepi Teluk Jakarta dan sering pula disebut Sunda Kelapa. Pelabuhan Kelapa kelamaan menjadi pelabuhan penting dan sangat strategis karena berada di Teluk Jakarta, dekat dengan ibu kota Pajajaran yang disebut Dayo (kota) yang terletak di Bogor sekarang. Pelabuhan ini adalah pelabuhan yang menjadi pusat perdagangan lada yang dihasilkan Pajajaran, dengan pedagang dari Cina, Jepang, Gujarat dan Timur Tengah. Pelabuhan Sunda Kelapa merupakan bukti sejarah kejayaan kerajaan-kerajaan di Jawa Barat yang dipimpin oleh raja yang bijaksana. Tome Pires ikut mencatat kemajuan jaman Sri Baduga dengan komentar : "The Kingdom of Sunda is justly governed; they are true men" (Kerajaan Sunda diperintah dengan adil; mereka adalah orang-orang jujur). Juga diberitakan kegiatan perdagangan Sunda dengan Malaka sampai ke kepulauan Maladewa (Maladiven). Jumlah merica bisa mencapai 1000 bahar (1 bahar = 3 pikul) setahun, bahkan hasil tammarin (asem) dikatakannya cukup untuk mengisi muatan 1000 kapal.

JAYAKARTA berasal dari bahasa Sansekerte Jayakrta yang artinya “kemenangan yang diraih oleh sebuah perbuatan atau usaha”. Nama Jayakarta diberikan oleh Fatahillah (Fadhlulah Khan). Ia adalah panglima perang kerajaan Pasai yang diminta Raja Demak untuk memimpin pasukan gabungan Demak-Cirebon menyerang dan merebut Sunda Kelapa. Penyerangan ini dilakukan karena Kerajaan Pajajaran menjalin kerja sama dengan Portugis dan mengijinkan pembangunan benteng di daerah Sunda Kelapa. Hal ini oleh raja Demak Pangeran Trenggono, dianggap sebagai ancaman. Pasukan gabungan Demak-Cirebon berhasil meruntuhkan hampir seluruh kerajaan Pakuan-Pajajaran. Orang-orang Pajajaran yang terdesak kemudian lari ke pedalaman dan sekarang kita kenal sebagai suku Baduy. Sunan Gunung Jati (Syarif Hidayatullah) kemudian mengangkat Fatahillah sebagai penasehat Kerajaan Demak dan menyerahkan pemerintahan Jayakarta kepada putranya  Sultan Maulana Hasanuddin yang memerintah di Kerajaan Banten. Tahta kerajaan Banten kemudian diteruskan oleh putra Maulana Hasanuddin yang bernama Maulana Yusuf. Maulana Hasanuddin juga memiliki anak dari istri keduanya yang bernama Ratu Ayu Kirana (putri sulung Sultan Demak, Raden Patah) bernama Ratu Winahon. Ratu Winahon ini kemudian menikah dengan Tubagus Angke, bupati Jayakarta. Dari perkawinan ini Ratu Winahon melahirkan seorang putra yang diberi nama Pangeran Jayakarta. Pangeran Jayakarta memimpin Jayakarta bersamaan dengan saat dimana Belanda telah menguasai perdagangan rempah-rempah di Maluku. Belanda ingin menguasai pelabuhan Jayakarta karena dinilai strategis.

BATAVIA berasal dari nama sebuah suku nama yang diberikan Belanda setelah mengusir Pasukan Pangeran Jayakarta dan menduduki kota Jayakarta. Belanda kemudian membentuk Pemerintah kota Batavia dan meratakan kota Jayakarta. Diatas puing-puing kota Jayakarta Belanda membangun sebuah benteng seperti kota-kota jaman dahulu. Dalam waktu 8 tahun Batavia sudah tumbuh 3 kali lipat. Keadaan alam Batavia yang berawa-rawa mirip dengan negeri Belanda, tanah air mereka. Mereka pun membangun kanal-kanal untuk melindungi Batavia dari ancaman banjir. Kegiatan pemerintahan kota dipusatkan di sekitar lapangan yang terletak sekitar 500 meter dari bandar. Mereka membangun balai kota yang anggun, yang merupakan kedudukan pusat pemerintahan kota Batavia. Lama-kelamaan kota Batavia berkembang ke arah selatan. Pertumbuhan yang pesat mengakibatkan keadaan lilngkungan cepat rusak, sehingga memaksa penguasa Belanda memindahkan pusat kegiatan pemerintahan ke kawasan yang lebih tinggi letaknya. Wilayah ini dinamakan Weltevreden. Belandalah yang sebenarnya membangun Jakarta dengan teknologi yang mereka miliki. Belanda membangun kota Batavia dengan visi dan ilmu.

DJAKARTA adalah nama Batavia setelah Jepang menduduki Indonesia (1942-1945) untuk menarik hati penduduk dalam Perang Dunia II. Pada masa penjajahan Jakarta merupakan saksi sejarah berbagai peristiwa penting yang merubah kehidupan bangsa ini. Pristiwa Sumpah Pemuda, Peristiwa Lapangan Ikada, Proklamasi 17 Agustus, Rekayasa dan kebohongan Peristiwa Lubang Buaya, Peristiwa Malari, Tragedi Trisakti dan lain sebagainya.

Hari ini, Jakarta 10 atau 20 tahun lagi, diprediksi akan hilang dari peta bumi karena tenggelam. Jakarta akan menjadi seperti Atlantis, kota yang hilang. Tenggelam karena penurunan permukaan tanah dan kenaikan air laut akibat pemanasan global. Kita harus tahu apa yang menjadi penyebab Jakarta tenggelam. Apakah murni karena pemanasan global? Kalau murni karena itu, jangan khawatir, bukan hanya Jakarta yang akan tenggelam. Nanti semua akan tenggelam.

Jakarta tenggelam karena kerusakan yang diakibatkan oleh pembangunan kota Jakarta sendiri. Pembangunan yang mengabaikan sisi alamiah suatu daerah. Pembangunan kota yang tidak terkendali dan terencana dengan baik. Pembangunan fisik yang sangat ditentukan oleh kepentingan bisnis dan uang. Pembangunan yang pada akhirnya mengakibatkan kerusakan dan kehancuran daerah yang dibangun.

Kerusakan yang dialami Jakarta merupakan cerminan dari bobrok dan payahnya mentalitas dari pemegang kekuasaan pemerintahan di Jakarta dan di seluruh Indonesia pada umumnya. Terutama pada saat-saat dimana pembangunan di Jakarta ini dilakukan dengan sangat intensif. Peraturan sudah disahkan, prosedur sudah dibuat tapi semua bisa dirubah dan disesuaikan dengan kepentingan-kepentingan yang berkaitan erat dengan pundi-pundi uang. Apa yang sudah direncanakan bisa dinegosiasikan, apa yang sudah ditentukan bisa dibeli, semua itu terjadi selama bertahun-tahun sampai sekarang. Pembagian kekuasaan yang membuat keputusan tidak hanya ditangan pemerintah tapi juga harus dengan persetujuan wakil rakyat juga tidak merubah keadaan ini. Tinggal bagaimana pembagian kekuasaan itu dikelola dengan pembagian uang untuk mensahkan suatu peraturan. Kemudian perubahan terjadi. Hutan bakau menjadi perumahan, danau penampung air menjadi pusat perbelanjaan, tempat yang seharusnya menjadi jalur hijau bisa jadi pom bensin, dan sebagainya. Kita harus akui dulu bahwa hal ini merupakan penyebab utama kehancuran Jakarta. Mentalitas dari penyelenggara pemerintah yang berada dibawah ketiak para pengusaha besar yang menjadi penyebab utama kerusakan Jakarta. Kerusakan yang diakibatkan oleh sebab pertama ini bersifat permanen dan hampir mustahil diperbaiki lagi. Hal ini terjadi di segala bidang dan ruang yang ada di Jakarta. Jakarta dibangun bukan dengan ilmu yang sahih, tidak diserahkan kepada ahli tata perkotaan, dan mementingkan kepentingan bisnis dan pengembang besar dengan alasan pembangunan dan kemajuan ekonomi.

Penyebab kedua adalah urbanisasi yang juga tidak terkendali. Negara ini adalah korban dari teori pembangunan Rostow yang diterapkan secara konstitusional oleh Orde Baru melalui GBHN. Teori ini adalah teori yang disusun dari sejarah kemajuan ekonomi di beberapa negara. Jadi bukan teorinya yang salah. Semua teori-teori ekonomi yang diciptakan oleh pemikir-pemikir besar yang pernah hidup di bumi, menjadi kacau balau apabila diterapkan di Indonesia. Padahal teorinya bagus. Urbanisasi merupakan hal yang memang harus terjadi dalam teori pembangunan dengan Teori Tahapan Linier seperti yang dianut Rostow. Urbanisasi adalah bagian penting dari green revolution atau revolusi hijau yang terjadi pada transisi dari ekonomi agraris menjadi ekonomi industrial. Pada tahap ini, tenaga kerja yang berada di sektor agraris harus berpindah ke sektor industri tanpa mengganggu pasokan pangan. Teori Tahapan Linier menjelaskan bahwa kecukupan pangan akan tetap dapat dipertahankan dengan melakukan perubahan cara bertani dari pertanian tradisional yang menyerap banyak pekerja, menjadi pertanian modern dengan mesin-mesin dan pengolahan tanah serta teknologi pupuk dan pembibitan. Hal ini pernah terjadi di Inggris setelah ditemukan mesin uap. Mesin uap mengubah tata cara kehidupan masyarakat di Inggris dan memicu revolusi industri.

Indonesia menerapkan teori ini dengan melakukan intensifikasi, mekanisasi dan ekstensifikasi. Ketiga hal ini dilakukan dengan menumpuk hutang nasional dan tanpa mengindahkan kondisi sosial di daerah. Pembangunan pertanian yang memakmurkan petani pemilik lahan dan industri pertanian tidak meningkatkan kemakmuran mayoritas rakyat Indonesia yang sebagian besar adalah petani penggarap. Industri pertanian yang menghasilkan mesin-mesin, pupuk dan bibit membuat para petani menjadi bergantung dan kehilangan budaya bertaninya. Petani yang terpinggirkan terutama kaum wanita ini kemudian mengadu nasib ke kota-kota untuk menjadi buruh pabrik sesuai yang direncanakan dalam teori pembangunan Rostow. Seharusnya, kaum urban yang merupakan tenaga kerja produktif berpendidikan rendah tersebut di serap oleh industri-industri di daerah urban perkotaan. Namun pertumbuhan industri di Indonesia tidak sebanding dengan urbanisasi yang terjadi dan kehancuran yang diakibatkan revolusi hijau di pedesaan. Pembangunan industri justru dipusatkan di Jakarta. Akibatnya di daerah petani-petani tetap miskin dan muncul kantung-kantung kemiskinan baru di perkotaan terutama di Jakarta. Namun pemerintah tetap tidak membangun daerah dan berkonsentrasi untuk terus membangun kota terutama Jakarta. Semua uang yang ada di negeri ini berputar di Jakarta. Kalaupun ada yang masuk ke daerah, diputar dulu di Jakarta.

Pembangunan tidak merata.
Delapan jalur pemerataan hanya omong kosong belaka.
Di kota penuh harapan, di desa sarat penderitaan
di Barat pencakar langit menggapai awan, di Timur orang bercelana dahan
Pergi ke kota menggapai impian, berbekal nasi dan sayur lalapan
Tak berbekal pendidikan, tak punya keterampilan
Sulit mencari kehidupan, membangun istana di bawah jembatan

Dengan demikian urbanisasi terus terjadi, dan dibiarkan menjadi masalah yang terus tereskalasi. Urbanisasi membuat penduduk Jakarta berlipat ganda dalam waktu sangat singkat. Pertambahan penduduk akibat urbanisasi ini merupakan masalah berat yang menimbulkan dampak berantai yang sangat negatif terhadap lingkungan dan sosial yang harus dihadapi Jakarta. Masalah ini tidak mungkin diatasi oleh PemKot Jakarta sendirian. Swasembada pangan yang berhasil dicapai Orde Baru harus dibayar dengan harga yang terlalu mahal selama beberapa generasi.

Kombinasi dari dua hal diatas sudah cukup untuk menghancurkan dan menenggelamkan Jakarta. Bahkan cukup untuk menghancurkan dan menenggelamkan bangsa ini.

Kerusakan Jakarta adalah kerusakan mental dan budaya pemerintahan di negeri ini. Kita menjadi korban negara-negara maju berteknologi tinggi dan berekonomi kuat. Kita dipaksa untuk mengalami apa yang mereka alami. Padahal itu tidak perlu. Kita menjadi bangsa yang kehilangan identitas diri. Kita dikendalikan oleh kekuatan dari luar melalui makelar-makelar bangsa yang berkeliaran di negeri ini.

Untuk mengatasi masalah ini, telah dikemukakan beberapa solusi oleh beberapa ahli dan pengamat. Salah satunya adalah memindahkan ibu kota dan pusat pemerintahan.

Apakah ini adalah penyelesaian yang paling tepat dari masalah kerusakan Jakarta? Kota yang sudah kita rusak kemudian setelah hancur kita tinggalkan. Kemudian kita membuat kota yang diberi nama Jakarta Baru di daerah lain. Pengembang yang membangun Kota Jakarta Baru adalah pengembang yang sama dengan yang merusak Jakarta. Pengembang yang itu-itu juga. Perencanaan yang matang dan tata kota yang sudah bagus di Jakarta Baru, bisa dirubah sesuai kebutuhan. Suara-suara dari para ahli ilmu bumi dan lingkungan dianggap angin lalu. Orang dari Jakarta berhamburan datang ke Jakarta Baru. Solusi ini akan sangat membahagiakan para pengembang bermodal besar. Mereka mendapatkan Super Mega Proyek. Tanpa perubahan mental dan budaya para pembangun negara, nasib Jakarta Baru sudah bisa di prediksi dari sekarang. Kota itu akan hancur dan tenggelam lagi. Kemudian generasi berikut akan mencontoh kita dengan memindahkan lagi ibu kota ke tempat lain. Diberi nama New Jakarta Baru. Kali ini tidak dibangun dipinggir laut tapi ditengah pulau. Investasi besar-besaran dilakukan. Tidak hanya pengembang lokal yang datang tapi pengembang dari seluruh dunia datang membangun New Jakarta Baru. Hutan digunduli, rawa diuruk, danau ditimbun, bukit diratakan, gunung dipindahkan, laut disedot, semua dilakukan sehebat-hebatnya dengan mesin-mesin berteknologi tinggi. Kepala Negara waktu itu akan menobatkan diri sebagai “Bapak Ibu Kota”. Bapak Ibu Kota ini harus terus menyediakan proyek bagi pengusaha besar karena telah mendapatkan bantuan dana segar untuk PILKADA dan PILPRES. Setelah beberapa puluh tahun, kota ini mulai menunjukkan gejala yang sama dengan dua Jakarta pendahulunya. Namun sedikit lebih parah karena setiap hujan turun terancam tenggelam. Urbanisasi terus melipatgandakan jumlah penduduk. Air tanah diambil dan mengakibatkan penurunan tanah. Gedung bertingkat mencakar langit. Pusat perdagangan menghiasi tiap pertigaan. Setiap ibu kota yang tenggelam, para pengembang berkata kepada Presiden atau pihak berwenang: “Ayo Pak bangun kota lagi!!!”.

Tanpa mengurangi rasa hormat saya kepada bapak-bapak atau ibu-ibu yang menyarankan pemindahan pusat pemerintahan ke daerah lain, saya sebagai rakyat jelata merasakan beban yang berat di hati saya kalau pusat pemerintahan dipindahkan begitu saja. Ada seorang pakar geodesi dari ITB yang menyatakan “JAKARTA MASIH BISA DISELAMATKAN”. Prof. Hasanudin dalam acara di salah satu stasiun TV swasta mengatakan juga bahwa banyak orang-orang pintar di Indonesia yang bisa menyelamatkan Jakarta. Kata-kata beliau menenangkan hatiku. Saya hargai semangat keilmuan beliau. Namun ilmu beliau harus didukung dengan kemauan secara politik dari pemerintah. Ilmu adalah jalan yang bisa menyelamatkan manusia di dunia dan di akhirat. Kalau sejak dulu Jakarta dibangun dengan mengindahkan ilmu ini mungkin tidak seperti sekarang keadaannya. Ilmu ini dikalahkan oleh sikap mental dan kerja sama negatif antara pelaku ekonomi dan pemerintah kita. Kalau hal ini tidak dirubah, mau dibuat seribu ibu kota sejuta pusat pemerintahan pun nanti hal ini akan terulang. Kerusakan Jakarta adalah kerusakan moralitas bangsa ini. Apakah mental dan moral bangsa ini sudah tidak bisa dirubah dan diperbaiki lagi?

Memindahkan ibu kota begitu saja merupakan langkah yang tidak bertanggung jawab. Dana untuk membuat ibu kota baru harus digunakan dulu untuk menyelamatkan Jakarta. Menyelamatkan Jakarta adalah pertanggungjawaban kita sebagai generasi untuk memperbaiki apa yang salah yang sudah kita lakukan. Ada banyak ahli dan orang-orang yang kompeten untuk menyelamatkan Jakarta. Membayar mereka mahal lebih baik daripada menyediakan proyek baru bagi para pengembang. Urbanisasi harus bisa dikendalikan. Urbanisasi akan berkurang apabila pembangunan dilakukan di daerah-daerah tertinggal. Bukan hanya di Indonesia Timur tapi juga di Barat. Pemerataan ekonomi tidak harus dilakukan dengan memindahkan ibu kota. Semua hal yang tidak menghasilkan uang menjadi sulit karena mental dan kualitas moral dari aparat kita yang tidak sesuai standar pelayan publik. Semua hal yang merusak menjadi mudah juga karena mental dan kualitas moral dari aparat kita.

Memperbaiki Jakarta adalah memperbaiki mental dan moral bangsa kita. Dari mulai aparat yang hobi memberi ijin sembarangan sampai pada masyarakat bawah yang suka buang sampah sembarangan. Kerusakan Jakarta berkait erat dengan penyakit laten bangsa ini, sistem prosedur yang sudah sangat matang, Korupsi dan Kolusi. Hal ini menjadi sulit karena semua terlibat. Yang satu mau mengganyang 26 anggota legislatif yang satu mau mengganyang Kasus Century. Bagaimana mau mengganyang Malaysia? Disini kita masih saling mengganyang diantara kita sendiri. Dan yang menyedihkan, yang dipakai untuk alat adalah KPK yang diimpikan akan menjadi super body yang akan mengganyang koruptor. Tapi mudah-mudahan perseteruan 26 VS Century dapat diselesaikan dengan tamasya ke luar negeri bersama-sama dengan uang negara.

Sikap mental korup yang sudah menjadi prosedur tetap merupakan penyebab masalah yang kita hadapi. Hilangnya identitas dan jati diri kita sebagai bangsa dan menjadi sapi perah negara lain membuat rakyat kita menderita. Pembangunan yang terpusat dengan tidak mengindahkan lingkungan alam dan para pakarnya merupakan penyebab tenggelamnya Jakarta. Pemimpin harus didampingi oleh para ilmuwan di segala bidang ilmu. Bukan dikelilingi oleh pengusaha dan pedagang. Pemimpin dikelilingi pengusaha dan pedagang karena rakyat kita yang sudah terbiasa dengan “duitkrasi”.  Duitkrasi inilah yang sebenarnya berlaku di Indonesia. Bukan demokrasi.  

Jakarta harus diselamatkan dulu. Sikap mental dan moral dari pejabat pemerintah harus dirombak dulu. Korupsi dan kolusi harus diminimalisir. Keadaan ini yang akan menyelamatkan bangsa kita dan membuat negara ini bisa bertahan seiring dengan perubahan jaman.

Sekian dari saya. Yang benar dari Allah yang salah dari saya.

Mekar Wijaya

Daftar Pustaka

www.enjang-ruhiat.web.ugm.ac.id/?p=19
akibalangantrang.blogspot.com/2009/09/5-maulana-hasanuddin-1552-1570.html
maulanusantara.wordpress.com/2008/06/23/pangeran-jayakarta-sang-bangsawan-banten/
Wikipedia Ensiklopedia Bebas

Tidak ada komentar:

Kunjungan

THE BEST WAY TO LEARN IS TO SHARE

THE BEST WAY TO LEARN IS TO SHARE
الاالزين امنواوعملواالصلحت وتواصوابالحق وتواصواباصبر